Asah Potensi Anak Lewat Kecerdasan Intrapersonal

Mario (8 tahun) termenung saat menulis jurnal kesayangannya. Dor!!! Sang Mama, Teresia (32 tahun) menggodanya “Hayo mikirin apa sayang, kok bengong,” tegurnya. “Ma, aku berpikir, kemarin Pak Guru memarahi aku karena bercanda di dalam kelas. Mungkin Pak Guru merasa tidak dihargai dan aku telah mengganggu suasana belajar,” tuturnya. Teresia tak menyangka Rio bisa mengambil kesimpulan seperti itu.

Howard Gardner dalam bukunya Frames of mind mendefinisikan kecerdasan intrapersonal berarti peka terhadap perasaan, keinginan, dan ketakutannya sendiri. Selain itu anak juga menyadari kelebihan dan kelemahan diri serta mampu menyusun perencanaan (plan) dan tujuan (goal). Biasanya anak cerdas diri memiliki kesadaran atas kemampuan diri dan cerdas interpersonal (cerdas sosial). Tokoh-tokoh besar yang mewakili kecerdasan intrapersonal adalah Mahatma Gandhi, Benjamin Franklin, Bunda Teresa, dan Dalai Lama.

Menurut Psikolog Klinik Mutiara Hatiku, Luh Surini Yulia Savitri MPsi, Rio memiliki cerdas diri (intrapersonal). Kecerdasan intrapersonal secara luas diartikan sebagai kecerdasan yang dimiliki individu untuk mampu memahami dirinya. Sedangkan, dalam arti sempit ialah kemampuan anak mengenal dan mengindentifikasi emosi, juga keinginannya. Selain itu anak juga mampu memikirkan tindakan yang sebaiknya dilakukan dan memotivasi dirinya sendiri. ‘’Anak dengan karakter ini mampu mengintropeksi dirinya dan memperbaiki kekurangannya. Setiap anak dianugerahi kecerdasan ini, namun kadarnya berbeda-beda,” katanya.

Luh Surini menambahkan, anak dengan cerdas diri dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal juga melalui bahasa tubuh. Selain itu, mereka juga sering mengevaluasi suatu kejadian yang lalu. Anak cerdas diri memiliki kemampuan yang baik untuk mengolah informasi dari luar dan dalam pikirannya. Dikarenakan anak cerdas diri suka mengintropeksi dan berpikir, maka terlihat menyendiri dan pendiam. “Meski sering terlihat sendiri, tapi ketika berinteraksi dengan orang lain mereka lebih baik dan disukai,” kata dosen Fakultas Psikologi UI bagian perkembangan ini.

Cerdas diri terdiri dari lima tahapan yang saling berkaitan, yaitu mampu memahami emosi diri, meregulasi emosi, memotivasi diri, memahami orang lain, dan berinteraksi dengan orang lain. Orangtua dapat mengamati anak yang memiliki cerdas diri berbeda sikapnya ketika menghadapi suatu masalah. Misalnya, saat anak merasa marah ketika mainannya rusak, biasanya anak uring-uringan atau membanting mainannya, namun anak yang kecerdasan dirinya tinggi mengetahui dirinya sedang marah, ‘Ma aku marah dan kesal karena mainanku tiba-tiba rusak’. “Karena anak bisa mengerti penyebab dari sebuah emosi, mereka akan lebih memahami orang lain ketika sedih, marah dan sebagainya,” papar Savitri.

Savitri menambahkan, rasa empati yang tinggi serta kepekaan terhadap lingkungannya membuat anak cerdas diri memiliki keinginan besar menolong dan menyayangi sesama baik teman, keluarga, dan masyarakat. Potensi ini dapat diasah jika orangtua mendeteksinya sedini mungkin, yaitu ketika anak mulai berkomunikasi secara verbal. ‘’Tinggi rendahnya kadar kecerdasan ini tergantung pada stimulasi yang diberikan orangtua,’’ katanya.

Sadar kemampuan diri
Menurut Psikolog Jagadnita Consulting, Felicia Irene, MPsi, anak dengan kecerdasan intrapersonal tinggi biasanya bisa mengungkapkan keinginannya dengan cara yang baik, tidak memaksakan kehendaknya, tahu kelebihan dan kekurangan dirinya, sehingga berani tampil saat mereka merasa mampu. Pada anak yang memiliki kecerdasan diri rendah akan berlaku sebaliknya sehingga kurang percaya diri untuk tampil.

Felicia menambahkan, ada tiga tipe pola pengasuhan anak untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonalnya, yaitu autoritarian (otoriter), autoritatif, dan permisif. Orangtua yang authoritarian cenderung mendikte apa yang harus dilakukan anaknya dan tidak mau dibantah sama sekali. Orangtua yang autoritatif selalu memberi pengertian pada anak tentang alasan dari aturan atau perintah yang diberikan. Cukup terbuka terhadap keinginan anak, walau demikian mereka tetap memberikan batasan-batasan untuk menolong anak mereka tetap berada pada jalur yang benar. Sedangkan, orangtua  yang permisif cenderung mengalah pada keinginan anak. “Tipe autoritatif lebih cocok,karena orang tua perlu bersikap terbuka terhadap perasaan, keinginan, dan pemikiran anak agar aspirasi anak dapat tersalurkan dengan baik,” paparnya.

Saat anak masih belum mampu berkomunikasi secara verbal dengan baik, ajari anak  mengenal beragam emosi seperti sedih, marah, dan gembira. Ceritakan padanya perasaan Anda dan penyebabnya. Jangan lupa mimik wajah Anda pun harus mewakili ekspresi. Kemudian bantu anak mengenal emosinya, misalnya dengan menaruh gambar wajah kartun ketika marah, sedih, dan gembira lalu minta anak mengekspresikan perasaannya dengan menempelkan tanda bintang di gambar wajah tersebut. “Anak akan belajar sedini mungkin bahwa emosi ada penyebabnya dan bukan hal yang salah untuk diekspresikan,” ujar Savitri.

Felicia menambahkan, pada masa prasekolah anak juga mulai belajar mengungkapkan keinginannya sendiri, serta memahami tidak semua keinginan dapat terpenuhi karena berbenturan dengan kepentingan orang lain. Untuk menstimulasi kecerdasan intrapersonalnya, orangtua perlu memberi umpan balik. Contohnya, anak menangis karena benda kesayangannya hilang. Biasanya orangtua berjanji menggantikan
barang tersebut untuk meredakan tangisnya. Sebaiknya beri empati pada perasaan anak dengan memeluknya sambil berkata ‘Kamu sedih yah boneka Kitty hilang, boleh menangis supaya sedihnya berkurang’. “Dengan begitu anak jadi lebih paham apa yang terjadi dalam dirinya dan tahu cara yang baik untuk mengungkapkan perasaannya,” katanya.

Savitri menambahkan, jangan sampai orangtua sendiri yang memblok potensi ini misalnya ketika anak mencurahkan unek-uneknya, Anda merespon dengan berkata ‘ah kamu kayak anak kecil’. Akibatnya lambat laun anak akan mencari cara lain untuk mengekspresikan diri dan mendapatkan atensi dengan cara memukul atau perilaku tantrum. Sebaiknya bantu anak mengeluarkan emosinya melalui pertanyaan ‘kenapa marah?’ atau ‘menurut kamu sebaiknya bagaimana?’ Lalu bantu anak memikirkan alternative pemecahannya.

Sedangkan untuk anak sekolah, kata Felicia, di masa ini anak lebih banyak berinteraksi dengan orang-orang di luar rumah. Luangkan waktu untuk berbagi cerita dengan anak, misalnya saat makan malam bersama atau 30 menit sebelum tidur. Saat anak bercerita orang tua berperan sebagai pendengar yang baik. Berikan umpan balik seperti pujian atas kemandirian anak memecahkan masalah yang dihadapi atau memberikan arahan apabila tindakan anak kurang tepat dalam menyelesaikan masalah. Tak ada salahnya mengikutsertakan anak dalam mengambil keputusan untuk acara keluarga maupun kegiatan lainnya.

Berikan media belajar
Savitri menganjurkan, jika anak sulit mengungkapkan perasaannya kepada orang lain, orangtua bisa menyiasati dengan memberikan buku diari atau jurnal. Sehingga anak bisa memulai menulis pengalaman sehari-harinya sampai mengekspresikan perasaannya. Selain diari, buku gambar juga bisa menjadi media yang tepat. Namun, orangtua perlu memberikan batasan-batasan jika anak mulai merugikan kepentingan orang lain seperti menggambar atau mencoret-coret di sembarang tempat. Felicia mengatakan, sebaiknya stimulasi anak melalui kegiatan dan permainan yang berpotensi meningkatkan kecerdasan intrapersonal anak seperti tebak ekspresi wajah atau meminta anak mengekspresikan wajah dengan emosi tertentu, contohnya bagaimana mimik wajahnya jika sedang gembira atau marah? Menceritakan bagaimana orang lain mengungkapkan perasaannya dan hasil yang diperoleh. Misalnya, orang marah lalu banting-banting barang, akhirnya menyesal karena ada barang berharga yang ikut rusak. Atau beri kesempatan anak untuk merenungkan kembali tindakan dan perbuatannya.

Dengan kecerdasan intrapersonal anak dapat mengoptimalkan kecerdasan lainnya seperti cerdas matematika, cerdas visual spasial, cerdas musik, dan sebagainya. Setiap anak memiliki porsi berbeda-beda, kendati tidak memiliki kecerdasan tinggi dalam bermusik atau matematika, namun anak memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan kemampuannya dengan cara giat berlatih, intropeksi kesalahan dan memotivasi diri sendiri. “Sehingga umumnya anak ini memiliki performa yang baik dalam menampilkan potensinya,” ujar savitri.

Savitri mengatakan, manfaat lain dari pengembangan kecerdasan intrapersonal sedini mungkin dapat membentuk karakter anak serta menanamkan nilai-nilai positif dalam dirinya seperti rasa percaya diri, berpikir mandiri dan lateral, rasa empati yang besar dan memiliki konsep diri yang positif atas dirinya sendiri. “Kelak anak cerdas intrapersonal yang tinggi akan mampu menguasai beragam bidang pekerjaan sesuai dengan minat dan kemampuannya,” ujarnya.

Melalui kegiatan bermain drama anak bisa meningkatkan kecerdasan intrapersonalnya berikut aplikasi yang diambil dari artikel Teaching to The Intrapersonal Intelligences Through Drama untuk melihat sejauh mana tingkat kepercayaan diri anak. Material yang dibutuhkan satu set kartu.

Cara Bermain:

1.        Ajak 5-8 teman bermain anak untuk memainkan drama ini. 2.        Setiap anak memegang kartu yang tidak boleh dilihatnya sendiri. Jelaskan bahwa anak memainkan peran di sebuah pesta. Setiap peran diindikasikan melalui gambar di kartu. Kartu AS berarti status terendah, sedangkan kartu King berstatus tertinggi. 3.        Saat permainan dimulai minta anak memegang kartu sampai sebatas dahi sehingga hanya bisa dilihat anak lain. 4.        Minta anak berinteraksi satu sama lain sesuai status yang dimiliki tiap anak melalui bahasa tubuhnya, anak mengekspresikan perasaannya. Misalnya, anak dengan kartu King diperlakukan sebagai orang popular di pesta tersebut. Amati perilaku mereka. 5.        Lalu ulangi permainan dengan berganti peran. Sehingga setiap anak merasakan mendapat kartu King dan As. Melalui kegiatan ini Anda bisa melihat bagaimana anak mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Terlihat pula bagaimana anak memperlakukan orang lain. Anda juga bisa meminta anak berperan sebagai orang yang memiliki rasa percaya diri yang rendah dan yang tinggi misalnya melalui cara berjalan, atau cara memperlakukan orang lain. Selain itu anak bisa mengamati bagaimana temannya ketika memiliki rasa pede yang tinggi dan rendah.

Inspiredkidsmagazine

6 responses to this post.

  1. Posted by nda on Sep 29, 2009 at 1:19 pm

    ada permainan lainnya nggak buat ngembangin kemampuan ini????
    terima kasih

    > Jawab
    permainan tebak wajah, mimik wajah

    Reply

  2. Posted by hamdan on Apr 26, 2010 at 7:34 am

    bagaimana cara memotivasi sang anak agar menunjukan kecerdasan ini..

    Jawab >

    Bercerita tentang dirinya, keinginannya, cita-citanya.

    Reply

  3. Posted by Im Not Farrah on Dec 16, 2010 at 6:50 pm

    terimaksih atas penjelasnnya

    Reply

  4. nais info, izin nyimak,

    Reply

  5. keren banget ni karakter gw.. yang harus di gali

    Reply

Leave a comment