Laskar Pelangi dalam Perspektif Pendidikan

Oleh karena film Laskar Pelangi akan segera beredar saya buru-buru membaca bukunya. Buku Laskar Pelangi sudah lama saya beli dan masih dalam  segel plastik.

Terus terang saya ingin sekali menonton filmnya tapi saya yakin sejak dulu cerita yang diangkat dari buku novel lebih bagus membaca novelnya daripada menonton filmnya. Takut keduluan filmya beredar dan saya tergoda untuk menontonnya lebih baik saya nikmati dulu bukunya. Alasan saya tertarik pada buku ini karena  jalan  ceritanya  adalah pengalaman atau benar-benar terjadi  (kisah nyata).

Membaca buku Andrea Hirata ini menginngatkan saya akan karya sastra pujangga baru. Karya sastra bisa sangat menghanyutkan tapi bisa juga membosankan, tapi jelas sekali ada perbedaan antara karya sastra pujangga baru dengan tulisannya Andrea Hirata, terutama cara mendeskripsikan sesuatu. Andrea mewakili generasi abad informasi yang lugas dan ekspresif, dalam deskripsi positif maupun negatif. Justru karena ke lugasannya membaca tulisannya kesan humor sangat terasa. Terus terang pertama membaca buku itu saya beberapa kali tertawa. Namun secara keseluruhan nuansa berbagai emosi hadir, komedi, tragedi membawa pembaca untuk tertawa, sedih bahkan menangis.

Pure… saya merasa gaya tulisannya benar-benar sastra dan memiliki sense of humor.  Apresiasi pantas diberikan pada karya beliau ini, kalau tidak salah bakgroundnya ekonomi tapi bisa menulis dengan gaya sastra.  Cuma deskripsi tokoh guru yang dikagumi dalam buku itui tidak sebanyak yang saya harapkan padahal alasan lain saya tertarik untuk membaca buku ini karena ingin mengetahui karakter dan sikap guru-guru yang pandai memotivasi anak sehingga haus belajar dengan keterbatasan. Ini menarik, mematahkan anggapan bahwa pendidikan yang bermutu haruslah mahal. Guru-guru yang ikhlas, mengajar sepenuh hati padahal mengajar digaji seadanya.

Pendidikan yang sebenarnya bukan mencekoki berbagai materi dan hafalan di kepala anak tapi pendidkan adalah membakar semangat anak sehingga motivasinya muncul untuk senang akan ilmu dan berorientasi pada pembentukan karakter anak.  Usia kanak-kanak seharusnya di isi dengan pemberian motivasi, pembentukan karakter dan akhlak, penguatan dalam akidah dan tuntunan hidup yang digariskan agama selain ilmu-ilmu dasar yang penting dibutuhkan dalam jenjang pendidikan selanjutnya. Pelajarang yang mencakup ini semua adalah Agama dengan segala aspeknya (Alqur’an, Akidah, Akhlak, Ibadah, tarikh),  Bahasa Indonesia (membaca), Matematika (berhitung), bahasa Inggris pada tahap awal ditambah Sains, IPS dan pelajaran ketrampilan ditahap yang lebih tingi.

Pelajaran yang diberikan pada anak usia SD saat ini sudah salah kaprah, banyak pelajaran yang tidak penting hanya memberatkan anak, overload sehingga anak bukannya senang akan ilmu tapi jadi muak dengan pelajarannya.  Pelajaran hanya menjadi beban ini dan justru malah kontra produktif dengan tujuan pendidikan. Sebaiknya pembuat kebijakan pendidikan dalam kurikulum meninjau ulang kurikulum yang sekarang ini berlaku kalau tidak tujuan pendidikan yang sebenarnya untuk mencerdaskan anak secara Inteletual, Emosional dan Spriritual tidak bisa dicapai.

Leave a comment